11.27.2009

Bumi Baru


Manusia perlu waktu ribuan tahun untuk menjelajahi planet kita ini dan ratusan tahun untuk memahami planet-planet tetangga Bumi. Namun di masa sekarang, berbagai dunia baru ditemukan setiap pekan. Sampai saat ini saja, para astronom sudah menemukan lebih dari 370 “eksoplanet,” yaitu dunia yang mengitari bintang di tata surya yang bukan tata surya kita. Banyak di antara planet itu begitu tidak biasa, seakan menegaskan ucapan terkenal ahli biologi JBS Haldane bahwa “alam semesta bukan hanya lebih luar biasa dari yang kita yakini, tetapi lebih luar biasa dari yang dapat kita bayangkan.” Dalam jarak 260 tahun cahaya dari Bumi misalnya, ada “Saturnus panas” yang mirip Ikarus si pemuda nekat yang terbang tinggi mendekati Matahari dengan sayap buatannya dalam legenda Yunani. Si Saturnus panas mengitari bintang induknya dengan begitu cepat sehingga setahun di sana hanya berlangsung kurang dari tiga hari. Pada jarak 150 tahun cahaya, ada "Jupiter panas" nan membara mengelilingi bintang yang lain. Atmosfer luar si Jupiter menyembur membentuk ekor-komet raksasa. Sementara itu, tiga planet gelap ditemukan mengorbit sebuah pulsar—sisa bintang kolosal yang menyusut hingga menjadi inti atom sebesar kota (Bandung? Diameter 10 km) yang beputar pada sumbunya, juga tak terkira jumlah planet yang tersedot ke dalam mataharinya atau terlempar ke luar tata suryanya menjadi “si kelana” yang mengembara dalam kegelapan abadi.
Di tengah eksotika semacam itu, para ilmuwan berhasrat menemukan tanda yang dikenal: planet yang mirip Bumi, planet yang mengorbit bintangnya pada jarak yang tepat—sehingga tidak terlalu panas, tidak terlalu dingin—untuk menopang kehidupan seperti yang kita kenal. Sejauh ini, belum ditemukan planet yang mirip Bumi kita, mungkin karena bentuk bumi-bumi itu tidak mencolok. Melihat planet sekecil dan seredup planet kita di tengah kilauan cahaya bintangnya itu ibarat mencoba melihat seekor kunang-kunang di tengah pesta kembang api; mencoba mendeteksi pengaruh gravitasi planet seperti itu terhadap bintangnya tak ubahnya seperti mendengarkan suara jangkrik pada saat badai puting beliung. Namun, dengan memanfaatkan teknologi hingga ke batas maksimalnya, para astronom dengan cepat tengah menuju hari di mana kita dapat menemukan Bumi yan lain dan menelisik tanda-tanda kehidupan di sana.

Hanya ada 11 eksoplanet yang sudah dipotret, semuanya besar dan terang serta cukup jauh dari bintangnya masing-masing. Sebagian besar eksoplanet lainnya terdeteksi melalui teknik spektroskopi Doppler yang menganalisis cahaya bintang untuk mencari bukti bahwa bintang itu sedikit ditarik maju-mundur oleh tarikan gravitasi planetnya. Dalam beberapa tahun terakhir, para astronom telah menyempurnakan tingkat presisi dari teknik Doppler hingga kini mereka mampu menceritakan apabila suatu bintang melenceng dari lintasan seharusnya dengan kecepatan satu meter per detik—kurang lebih sama dengan kecepatan jalan manusia. Hal itu cukup untuk mendeteksi planet raksasa dalam orbit besar atau planet kecil jika benda antariksa itu sangat dekat dengan bintangnya. Namun, penyempurnaan teknik doppler itu tidaklah cukup untuk planet seperti Bumi dengan jarak yang juga seperti Bumi-Matahari, 150 juta kilometer dari bintangnya. Matahari ditarik keluar dari posisinya oleh Bumi hanya secepat sepersepuluh kali kecepatan orang berjalan kaki, atau kurang lebih sama dengan kecepatan bayi merangkak; para astronom belum mampu mengukur sinyal sekecil itu dari cahaya bintang nun jauh.

Pendekatan lain yang digunakan adalah dengan mengamati sebuah bintang untuk melihat penurunan kecil dan berkala pada kecerahannya. Penurunan itu biasa terjadi apabila planet yang mengelilingi bintang berada di depan dan menghalangi sebagian cahaya bintang tersebut. Diperkirakan, paling banyak 10 persen sistem tata surya memiliki posisi yang membuat gerhana-gerhana mini seperti itu—disebut transit--terlihat dari Bumi. Ini berarti bahwa astronom mungkin harus mengamati banyak bintang dengan sabar untuk menemukan segelintir peristiwa transit. Satelit COROT Prancis yang kini menjalani tahun ketiga dan terakhir dari misi utamanya telah menemukan tujuh eksoplanet yang melakukan transit, salah satunya hanya 70 persen lebih besar daripada Bumi.

Satelit Kepler milik AS merupakan penerus COROT yang lebih ambisius. Diluncurkan dari Cape Canaveral Maret silam, Kepler pada dasarnya adalah sebuah kamera digital besar dengan bukaan (aperture) 0,95 meter dan detektor 95 megapiksel. Satelit itu mengambil foto medan-lebar (wide-field) setiap 30 menit, menangkap cahaya dari 100.000 bintang lebih di sepetak langit antara dua bintang yang benderang Deneb dan Vega. Beberapa komputer di Bumi memantau kecerahan semua bintang itu terus-menerus, memberi tahu manusia jika komputer mendeteksi adanya sedikit peredupan yang mungkin menandai terjadinya transit planet.